Pendiri & Pengasuh Pondok Pesantren Darut Taqwa Purwodadi Bersama Simbah Kyai Jogo Rekso

edit1

Simbah Kyai Jogorekso adalah salah satu ulama' dari Muntilan Magelang. Makam beliau ada di kawasan Pemakaman Raden Santri, Gunung Pring Muntilan Magelang. Beliau hidup sezaman dengan KH. Dalhar Watucongol. Beliau salah satu ulama yang sangat alim pada zamanya. Mbah Jogorekso terkenal sebagai seorang wali nyentrik. Beliau sangat banyak di datangi para kyai pada zamanya (salah satunya Simbah Kyai Madhchan) tempat mengadu dan meminta fatwa tak jarang kyai besar pun berdatangan ketempat beliau. Kisah Simbah Jogorekso dengan Mbah Madchan (pendiri PP. Darut Taqwa Purwodadi) Simbah Kyai Madchan seringkali sowan ke ndalem Mbah Jogorekso untuk meminta berkah ilmu beliau. Biasanya sebelum Mbah Madchan datang, Mbah Jogorekso sudah terlihat ceria dan menunggu di depan ndalem beliau dengan bersiul-siul, seakan telah mengetahui Mbah Madchan akan datang sowan. 

Kata orang, seperti sedang menunggu orang yang dirindukan. Salah satu karomah Mbah Jogorekso adalah tidak dapat difoto kecuali jika beliau berkenan. Oleh karenanya, sangat jarang ada foto beliau sebab beliau memang kurang senang jika difoto. Jadi, merupakan kehormatan besar bagi keluarga besar PP. Darut Taqwa Purwodadi mempunyai dokumentasi foto Simbah Kyai Jogorekso sekalian bersama Simbah Nyai Jogorekso. Semoga dokumentasi ini bisa bermanfaat untuk literasi yang mencari Profil Wali Simbah Kyai Jogorekso. Dan mugi kita dapat keparingan berkah ilmunya meskipun hanya berguru lewat cerita. Kisah yang paling banyak diceritakan adalah kisah Mbah Jogorekso dengan Gus Miek (Ploso Kediri). 

Gus Miek pernah meminta barokah ilmunya ketempat beliau. Mbah Jogorekso sangat antik sekali bila menemui tamunya kadang berpakaian seadanya kadang tidak memakai baju, bahkan kain sarungnya pun tidak jarang tersingkap menampakkan auratnya. Dan biasanya jika ada seorang pejalan rohani (salik) atau orang itu akan menjadi besar tamu itu akan di uji dengan sesuatu yang tidak menyenangkan oleh Mbah Jogorekso. Akan tetapi, bila akan mengalami keburukan atau menjadi durhaka akan di uji dengan segala sesuatu yang menyenangkan. 

Suatu hari,Gus Miek bersama HamimHasyim, Kemayan, Kediri, menemuiMbah Jogoreso, Gus Miek ditempeleng dengan sangat keras olehMbah Jogoreso sehingga pipinya tampak memerah. Gus Miek kemudian mundur agak menjauh dari Mbah Jogoreso. Tetapi, Nyai Jogoreso yang saat ituberada di samping pintu justru menyuruh GusMiek maju. “Gus, sampean maju lagi,” kata Nyai Jogoreso. GusMiekpun maju lagilebih dekat, tetapi kembali ditempeleng lebih keras lagi sehingga matanya tampak berkaca-kaca menahan sakit.GusMiek mundur, tetapi Nyai Jogoreso kembali menyuruhnya maju, bahkan lebihdekat lagi. Kembali Mbah Jogoreso menempeleng GusMiek untuk yang ketiga kali, sehingga wajahnya tampak semakinmerah. Setelah ditempeleng untukyang ketiga kalinya, dan Gus Miek berniat maju lagi, Nyai Jogoreso mencegahnya. ”Sudah, Gus. Sudah cukup,” kata Nyai Jogoreso. 

Ketika akan berpamitan pulang, Mbah Jogoreso memeluk Gus Miek cukup lama. Pada kesempatan yang lain, Gus Miek bersama KH. Hamid Kajoran berkunjung ke Watucongol. “Mbah, mari ke Gunungpring!” ajak Gus Miek kepada KH. Hamid Kajoran. “Mari,” jawab KH. Hamid. Tiba di Gunungpringwaktu hampir Ashar. Menaiki tangga jalan menuju makam yang panjang dan mendaki, Gus Miek menyuruh Sunyoto memapah KH. Hamid Kajoran. Di makam KH. Dalhar, Gus Miek memimpin tawasulan dan doa. “Mbah, mari ke Mbah Jogo,” ajak GusMiekkepada KH. Hamid Kajoran. 

KH. Hamid pun mengiyakan. Tiba di ruamh Mbah Jogoreso, Gus Miek tiba-tiba menyelinap entah kemana, sementara KH. Hamid Kajoran dan Mulyadi sudah telanjur masuk, sementara Sunyoto hanya ada di luar menunggu Gus Miek. Tampak KH. Hamid duduk berbincang dengan Nyai Jogoreso dengan menunduk penuh hormat, sementara Mulyadi hanya diam saja. Tiba-tiba Gus Miek masuk tanpa memakai peci, menepuk lutut Nyai Jogoreso yang saat itu duduk di kursi di seberang KH. Hamid. “Mbah, saya akan berdoa, diamini ya?” kata Gus Miek, lalu berdoa sambil tetap berdiri. Nyai Jogoreso mengamini doa Gus Miek dan menjerit-jerit menyebut nama Allah, membuat Mulyadi dan Sunyoto merinding mendengarnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel